Senin, 27 September 2010

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 Abstrak
       CSR  harus  dimaknai  bukan  lagi  hanya  sekedar  responsibility karena  bersifat  voluntary,  tetapi arus dilakukan  sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Penanam  modal baik dalam maupun  asing  tidak  dibenarkan hanya mencapai keuntungan dengan pengorbankan kepentingan-kepentingan  pihak lain  yang  terkait  dan  harus tunduk dan mentaati ketentuan CSR sebagai kewajiban hukum jika ingin  menanamkan modalnya di  Indonesia.  Komitmen bersama  untuk  mewujudkan  pembangunan  berkelanjutan  dan menciptakan  iklim investasi bagi  penanam  modal  untuk mewujudkan  kesejahteraan  masyarakat  dapat  tercapai  melalui pelaksanaan CSR. CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai  sebagai  instrumen  untuk  mengurangi  praktek  bisnis yang tidak etis.

A.  Latar Belakang Masalah

       Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu. 

       Berbeda dengan kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan. Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27% perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75% perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan sosial (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan).1 Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri.

       Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

Referensi :
Artikel telah dimuat dalam Jurnal Legislasi Vol 5 No. 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar